Pemerintah Gagal Menjamin Kebebasan Beragama
Sebanyak
21 kasus pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi antara
Januari-April 2012 menunjukkan kelemahan pemerintah dalam menjamin hak
konstitusional warga, demikian kata Wahyudi Djafar, peneliti hukum dan
Hak Asasi Manusia (HAM) dari Lembaga Advokasi Masyarakat (ELSAM) ketika
dihubungi hari ini.
ELSAM baru saja merilis laporan 4 bulan pertama (Januari-April) situasi penegakan HAM di Indonesia, Minggu 3 Mei lalu.
Wahyudi menjelaskan, dari 21 kasus tersebut, terdapat 11 bentuk pelanggaran, yakni kriminalisasi keyakinan, pelarangan pendirian tempat ibadah, penyerangan aktivitas ibadah, pengusiran dengan tuduhan sesat, pembubaran kelompok kepercayaan, penutupan tempat ibadah dan pelanggaran lainnya.
“Penutupan tempat ibadah paling banyak terjadi”, ungkapnya.
Mayoritas korban, kata Wahyudi, adalah kelompok-kelompok Kristen, seperti jemaat GKI Yasmin di Bogor dan jemaat HKBP Filadelfia di Bekasi Jawa Barat, sambil menambahkan bahwa lokasi pelanggaran kebebasan beragama sudah meluas. Jika sebelumnya terkonsentrasi di Jawa, khususnya Jawa Barat Barat, kini kasus serupa terjadi di wilayah lain, seperti di Aceh, Sulawesi dan pulau-pulau lain.
Selain itu, ada beberapa aliran dalam Islam, seperti kelompok Ahmadiyah. Dan, yang terbaru, adalah kelompok Syah.
Menurut Wahyudi, tahun ini, ancaman terhadap kelompok Islam Syah bakal meningkat, menyusul penahanan dan penetapan tersangka terhadap tokoh Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur, Tajul Muluk pada 4 Desember 2011 lalu karena dituduh sesat dan mencemarkan agama Islam.
“Bahkan di Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret tahun ini, sudah ada fatwah yang mengatakan kelompok Syah itu sesat”, jelas Wahyudi
“Jika pada tahun 2011, pelakunya adalah kebanyakan pemerintah daerah lewat peraturan-peraturan daerah yang diskriminatif, maka awal tahun ini, pelakunya lebih banyak kelompok intoleran”, kata Wahyudi.
Keberadaan kelompok intoleran ini turut dipicu oleh tidak adanya tindakan tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan.
”Hukuman yang ringan, membuat mereka tidak kuatir untuk melakukan pelanggaran lagi. Mereka tidak jera melakukan tindakan yang sama,” tegasnya.
Senada dengan itu, Pastor Antonius Benny Susetyo, sekertaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) melihat, akar persoalan minimnya jaminan kebebasan beragama adalah penegakan hukum yang lemah.
”Selama penegakan hukum lemah, jangan berharap tindakan intoleransi berkurang”, katanya hari ini.
Ia menilai, kelompok intoleran di Indonesia jumlahnya kecil dan karena itu akan mudah diatasi bila penegak hukum berlaku tegas.
Pastor Benny juga melihat lemahnya peran Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri yang memiliki tanggung jawab terhadap jaminan kebebasan beragama dan penegakan peraturan-peraturan yang mendukung terciptanya kebebasan.
Ia juga berharap, Presiden segera mengambil peran. ”Presiden tidak boleh diam. Pelanggaran terhadap kebebasan beragama sudah sampai pada tahap kritis”, tegasnya
Sumber: PGI
dan Gkbp.net
ELSAM baru saja merilis laporan 4 bulan pertama (Januari-April) situasi penegakan HAM di Indonesia, Minggu 3 Mei lalu.
Wahyudi menjelaskan, dari 21 kasus tersebut, terdapat 11 bentuk pelanggaran, yakni kriminalisasi keyakinan, pelarangan pendirian tempat ibadah, penyerangan aktivitas ibadah, pengusiran dengan tuduhan sesat, pembubaran kelompok kepercayaan, penutupan tempat ibadah dan pelanggaran lainnya.
“Penutupan tempat ibadah paling banyak terjadi”, ungkapnya.
Mayoritas korban, kata Wahyudi, adalah kelompok-kelompok Kristen, seperti jemaat GKI Yasmin di Bogor dan jemaat HKBP Filadelfia di Bekasi Jawa Barat, sambil menambahkan bahwa lokasi pelanggaran kebebasan beragama sudah meluas. Jika sebelumnya terkonsentrasi di Jawa, khususnya Jawa Barat Barat, kini kasus serupa terjadi di wilayah lain, seperti di Aceh, Sulawesi dan pulau-pulau lain.
Selain itu, ada beberapa aliran dalam Islam, seperti kelompok Ahmadiyah. Dan, yang terbaru, adalah kelompok Syah.
Menurut Wahyudi, tahun ini, ancaman terhadap kelompok Islam Syah bakal meningkat, menyusul penahanan dan penetapan tersangka terhadap tokoh Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur, Tajul Muluk pada 4 Desember 2011 lalu karena dituduh sesat dan mencemarkan agama Islam.
“Bahkan di Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret tahun ini, sudah ada fatwah yang mengatakan kelompok Syah itu sesat”, jelas Wahyudi
“Jika pada tahun 2011, pelakunya adalah kebanyakan pemerintah daerah lewat peraturan-peraturan daerah yang diskriminatif, maka awal tahun ini, pelakunya lebih banyak kelompok intoleran”, kata Wahyudi.
Keberadaan kelompok intoleran ini turut dipicu oleh tidak adanya tindakan tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan.
”Hukuman yang ringan, membuat mereka tidak kuatir untuk melakukan pelanggaran lagi. Mereka tidak jera melakukan tindakan yang sama,” tegasnya.
Senada dengan itu, Pastor Antonius Benny Susetyo, sekertaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) melihat, akar persoalan minimnya jaminan kebebasan beragama adalah penegakan hukum yang lemah.
”Selama penegakan hukum lemah, jangan berharap tindakan intoleransi berkurang”, katanya hari ini.
Ia menilai, kelompok intoleran di Indonesia jumlahnya kecil dan karena itu akan mudah diatasi bila penegak hukum berlaku tegas.
Pastor Benny juga melihat lemahnya peran Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri yang memiliki tanggung jawab terhadap jaminan kebebasan beragama dan penegakan peraturan-peraturan yang mendukung terciptanya kebebasan.
Ia juga berharap, Presiden segera mengambil peran. ”Presiden tidak boleh diam. Pelanggaran terhadap kebebasan beragama sudah sampai pada tahap kritis”, tegasnya
Sumber: PGI
dan Gkbp.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda...
Agar dapat turut membangun Majalah Remaja ini
bagi yang tidak memilik acount dapat berkomentar sebagai anonymous...
Terimakasih
god bless...